detik.com

Jumat, 03 Desember 2010

Akhir Tahun, Ekspor CPO Diproyeksi Tembus USD15 M

Okezone.com
NUSA DUA - Ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya diproyeksi akan mencapai USD15 miliar hingga akhir tahun ini.

Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar menjelaskan, proyeksi tersebut karena melihat adanya peningkatan permintaan pada dua bulan terakhir. Pasalnya, terjadi peningkatan permintaan pada bulan Desember 2009. CPO, kata Mahendra, merupakan energi terbarukan dan memiliki potensi untuk mengalami peningkatan lebih besar lagi.

 “Yang harus kita tekankan adalah nilai tambah dan value change. Jadi tidak hanya volume. Maka, kita akan lihat apakah implikasinya justru yang derivatif dipakai di dalam negeri atau tetap diekspor. Bukan semata-mata nilai ekspor,  tapi produksinya. Ekspor hanya salah satu penyaluran dari output yang dihasilkan bukan sebagai target,” kata Mahendra usai acara 6th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2011 Price Outlook di Nusa Dua, Bali, Kamis (2/12/2010).

Ditemui di tempat sama, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan memprediksikan, ekspor CPO dan produk turunannya akan mencapai sebanyak 16 juta ton sepanjang tahun ini, atau melebihi target awal yang hanya 15 juta ton. Pada 2009, ekspor CPO dan produk turunannya sebesar 9,56 juta ton. Hingga Agustus 2010, ekspor CPO dan turunannya sudah mencapai 9,7 juta ton.

"Sampai akhir tahun, akan melebihi 15 juta ton, mudah-mudahan mencapai 16 juta ton. Sehingga, angka USD14-15 miliar sangat mungkin bisa dicapai," kata Fadhil.

Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi mengatakan, tingkat permintaan CPO di dunia mengalami kenaikan sebesar 7-11 persen setiap tahun. “Ada sebuah berita baik, dimana pasar naik, permintaan menguat, ekonomi semakin ekspansif, dan pasarnya meluas. Ini juga terjadi di kelapa sawit. Saya percaya krisis telah usai," kata Bayu.

Menurut Bayu, Indonesia harus bisa memenuhi jenis kebutuhan pasar yang berbeda-beda. Selain itu, kata Bayu, Indonesia juga harus bisa melakukan pengembangan produk lain diluar sawit, seperti biofuel. "Biofuel mulai menggerakkan permintaan pasar dunia, seperti di India dan China," ucap Bayu.

Bayu mengungkapkan, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh industri sawit nasional pada tahun 2011, yang diantaranya adalah perubahan iklim yang sangat sulit untuk diprediksi. Selain itu, akan ada berbagai kebijakan baru, seperti EU directive yang mulai dilakukan pada 5 Desember di Eropa.

Pada tahun depan, lanjut Bayu, banyak broker saham yang akan melirik pasar komoditas, seperti minyak sayur dan minyak nabati. "Sehingga, warga CPO pun akan meningkat," kata Bayu.

Sementara itu, Menko Perekonomian Hatta Radjasa menyatakan, minyak sayur dan biofuel dunia akan mempengaruhi permintaan sawit nasional. Pemerintah, lanjut dia, berharap harga sawit bisa terus stabil dan kompetitif. Hatta menjelaskan, sektor industri sawit nasional mempunyai banyak kontribusi, terutama dalam menciptakan lapangan pekerjaan terutama di daerah-daerah pedalaman. Dimana pada saat ini, kata Hatta, terdapat sekira 1,5 juta orang kepala keluarga yang bekerja secara langsung di industri sawit. Selain itu, industri sawit juga telah menyumbang pendapatan non ekspor sebesar USD10 miliar.

Hatta menjelaskan, untuk mendorong permintaan dunia dan domestik, maka pemerintah tengah memetakan kluster industri sawit di Indonesia, seperti Riau dan Kalimantan Timur. Maka dari itu, pemerintah, lanjut dia, akan memfasilitasi, mulai dari infrastruktur dasar hingga insentif.